“Kalau sebelum itu lebih banyak
mengeksplor tempat, jadi pergi ke mana aja gitu tanpa ada batasan. Mau ke mall, mau ke luar kota gitu, ya pokoknya
waktu sebelum menikah lebih eksplor aja lebih banyak. Lebih update, lebih banyak tau tempat yang
jauh atau di pelosok-pelosok. Tapi setelah punya keluarga, leisure itu lebih ke arah pergi bersama keluarga, gitu. Khususnya
sama anak. Jadi mencari tempat yang sangat friendly
untuk anak kecil, terutama untuk anak bayi. Terus kayak setelah keluarga,
pergi belanja ke supermarket itu juga masuk ke dalam leisure,” tutur Anti.
Wanita 2 tahun ini menuturkan
bahwa setelah menikah, terutama setelah punya anak tuntutan kesenangannya
menjadi lebih sederhana. Sudut pandang ingin main-main yang dulu selalu ia
rasakan di masa lajangnya kini telah berubah seutuhnya.
“Kayak me-time. Atau sekedar pergi ke salon atau ke tempat spa gitu tempat
pijet itu juga termasuk leisure sekarang.
Terus kayak pergi ke tempat rekreasi yang ada tempat bermain anak walaupun gak
ada hubungannya dengan kegiatan saya, atau saya gak bisa ngapa-ngapain, cuman
menemani anak, itu juga udah termasuk leisure
buat saya,” jawab ibu muda tersebut.
Jiwa petualang penuh rasa ingin
tahu kini telah tergantikan. Kalau dulu tempat favoritnya adalah cafe-cafe untuk bercengrama tenang
dengan teman-teman, sekarang ia lebih suka untuk melakukan kegiatan yang
interaktif. Tempat bermain anak merupakan salah satu kesukaannya. Mau kebun
binatang atau kolam renang, asal anak senang maka ibu pun pasti ikut senang.
“Karena di mall banyak hiburan. Ada restoran, ada bioskop, ada tempat shopping, “jawabnya saat ditanya terkait tempat hangout yang paling sering ia kunjungi.
“Kalo dulu yang gak disuka gak
ada, sih. Kalo jaman dulu semuanya suka-suka aja,” jawabnya ketika ditanya mengenai
hal-hal yang tidak ia suka, namun kini tak lagi sama. Ia menuturkan bahwa ia
tidak menyukai typical tempat yang
terlalu ramai, penuh dan yang tidak friendly
untuk anak-anak. Menurutnya hygenist juga
merupakan hal yang sangat ia perhatikan untuk kenyamanannya. Tempat-tempat yang
dipenuhi dengan asap rokok juga sangat mengganggu menurutnya.
Setelah mempunyai anak, concern Anti memang telah bergeser.
Perhatian sepenuhnya telah ia berikan untuk keluaraganya. Menurutnya asalkan
bersama anak semuanya menjadi memorable dan
menyenangkan. Dari segi tempat, Jakarta
menurutnya sudah memiliki banyak variasi. Jika melihat faktor eksternal menurut
Anti, permasalahannya hanyalah sebatas akses yang terhambat akibat kemacetan.
Untuk sisi internalnya terdapat 3 faktor utama, yaitu fasilitas, komunikasi,
dan harga.
“Saat ini semua orang kayaknya
gak kuat kalo gak ada AC. AC penting, kecuali kalo dia memang outdoor. AC dan wi-fi penting, di
Indonesia semua orang pake handphone mmm
smartphone yang butuh internet. Wi-fi
penting juga di mana orang selalu update tentang
kegiatan mereka gitu. Mmm… apalagi ya? Toilet, sih. Toilet dengan konsep yang
bersih dan hygienist aja karena kalo
tempat leisure gitu yang paling tidak
terjaga adalah toiletnya dan tempat parkir,” jawab Anti.
Hal tersebut kemudian menjawab
poin penting daripaa keberadaan fasilitas. AC dan Wifi adalah priority dimana setiap orang pasti akan
membutuhkannya dan meniadakan salah satunya akan menurunkan antusiasme
pengunjung.
“Karena sekarang semua udah
berbasis digital media jadi segala
sesuatu yang berhubungan dengan digital
itu sangat menarik. Kayak misalnya Instagram, terus… Instagram sih kalo untuk
lebih dapet spread yang lebih besar.
Karena kalo Path kan lebih personal ya, kalo Instagram kan sekarang apa pun
bisa dicari di Instagram. Mau makanan, mau baju, mau apapun gitu. Sama ya… search engine, sih. Atau YouTube atau
apapun,” sambungnya lagi.
Tempat-tempat jaman sekarang
sudah mampu dengan cepat mengudara ke telinga masyarakat. Banyaknya orang-orang
yang secara tidak langsung mempublikasikan foto-foto atau pendapatnya tentang
tempat-tempat bersantai kemudian menjadi media promosi yang sangat efektif.
Tidak hanya itu, sejumlah kelompok spesifik juga mampu mendongkrak nama suatu
tempat. Komunitas misalnya, Anti menuturkan bahwa antar sesama ibu-ibu pasti
berteman. Pertemanan tersebut kemudian menyebabkan adanya pertukaran informasi
dan seringkali pasti terkait dengan keluarga, terutama anak.
“Nah biasanya ibu-ibu ini suka
bagi-bagi informasi. Termasuk tempat leisure
untuk ngajak anaknya jalan-jalan atau liburan. Jadi komunitas ibu-ibu juga
menjadi sumber informasi, sih,” kata Anti semangat.
Banyaknya informasi dan
omongan-omongan dari segala arah membuat nama daripada suatu tempat terangkat.
Hal ini menunjukkan adanya fenomena Jakarta yang iconic dengan simbol happening-nya.
Semua tempat dan segala kegiatan yang sedang tren pasti langsung naik dan
setiap orang Jakarta atau bahkan luar Jakarta ingin mencobanya.
Semua media yang ada mungkin
telah sangat memudahkan terjadinya penyebaran informasi, namun di sisi lain,
jangka waktu tren daripada tempat tersebut terbilang pendek atau seasonal. Hal yang harus dipertahankan
ialah bagaimana menciptakan suatu tempat bersantai yang sungguh memiliki value sehingga kejenuhanpun tidak cepat
timbul.
Peran daripada harga juga
merupakan concern penting yang harus
dipertimbangkan. Sekarang ini telah banyak sekali variasi tempat bersantai
mulai dari yang murah sampai mahal. Yang menjadi penting ialah penetapan harga
tersebut haruslah disesuaikan dengan pelayanan yang ditawarkan.
Untuk semakin menarik hati orang,
terutama yang concern terhadap harga, maka menurut Anti keberadaan discount
ialah salah satu hal bisa dijadikan alternatif. Di samping itu keberadaan atraksi
atau hal-hal yang mampu memberikan experience
bagi pengunjung jika dirasa mampu menjadi daya tarik. Ketika sebuah tempat
memiliki keunikan, maka akan mengundang adanya daya tarik berbeda. Hal ini
kemudian akan menjadi bahan pembicaraan masyarakat yang mendorong rasa
penasaran, sehingga orang-orang pun akan berdatangan.
Jakarta sebenarnya tidak hanya
memiliki ruang-ruang tertutup, melainkan terdapat pula sejumlah public space terbuka yang bisa dijadikan
tempat bersantai. Yang menjadi permasalahan ialah Anti menuturkan bahwa
tempat-tempat tersebut seringkali tidak proper atau belum sesuai standar.
Menurutnya tempat-tempat tersebut seharusnya menghadirkan suatu acara yang
mampu mengundang orang-orang untuk datang.
“Sebenernya kalo memang dibikin
ada satu occasion yang memang menarik
sih sebenernya mau-mau aja. Tapi kalo gak ada apa-apa terus kayak sengaja aja
main ke sana sih nggak, sih. Taman-taman itu gak jadi pilihan,” komentar Anti.
Anti dengan rinci mendeskripsikan
bentuk Jakarta yang ia inginkan. Ia menuturkan, bahwa jika museum-museum yang
baik bisa tercipta, maka hal tersebut mampu menjadi tempat hiburan yang
mendidik untuk keluarga. Ia menambahkan bahwa fokus yang harus digarap ialah value daripada tempat itu sendiri dan
juga plus point yang bisa ditonjolkan
sebagai differensiasi.
“Jakarta itu kan terkenal
sebenernya sama orang-orang—khususnya orang Indonesia, orang-orangnya ramah. Harusnya ya di Jakarta
dijadikan kota yang bisa memberikan servis yang amat baik dalam banyak hal.
Terus kota yang isinya penuh dengan kebudayaan, gitu. Karena kan hampir semua
orang Indonesia ada di Jakarta. Kota yang modern juga, karena kan kita ibukota,
gitu. Nah ya… ya sebenernya hampir-hampir sama dengan New York dan Tokyo tadi.
Di sini kayak pusat… pusat kehidupan itu mostly,
pusat pemerintahan itu ada di Jakarta. Jadi semua orang—orang-orang yang sibuk,
yang mmm… sangat concern dengan
pekerjaan mereka dan sebagainya ya bisa dikemas seperti itu. Tapi mungkin bisa
diambil sisi lainnya karena ya kita punya begitu banyak budaya di Jakarta,”tuturnya.
Pada dasarnya penawaran berupa experience selalu berhasil untuk menarik
masyarakat. Tak hanya di tempat-tempat bersantai. Hal tersebut juga dirasa
mampu untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke Jakarta. Berbagai faktor
kebudayaan mampu menjadi keistimeaan yang bisa ditonjolkan untuk sebuah
Jakarta. Museum-museum yang sudah ada digarap dan dikemas lebih baik untuk bisa
menjadi sarana hiburan yang menyenangkan.
Hal lain yang wajib diperhatikan
sekali lagi adalah bagaimana cara Jakarta menyuguhkan added value atas dirinya kepada masyarakat.
“Harus ada tempat untuk anak main
pertama. Terus yang kedua itu… tempat untuk menyusui anak, sih. Kalo anaknya
masih bayi ya. Kalo anaknya udah besar sih tempat bermain. Apalagi ya?
Misalnya… mmm… penitipan barang nggak juga sih gak butuh. Mungkin untuk beberapa
orang yang gak punya stroller, tempat
penyewaan yang seperti itu cukup membantu sih,“ jawabnya.
Anti menuturkan bahwa Jakarta
Selatan sendiri telah memiliki banyak sarana yang dapat dijadikan tempat
bersantai. Di banding Jakarta lainnya, Jakarta Selatan memang menjadi 50% pusat
daripada tempat-tempat hiburan.
“Kalo saya pribadi karena saya
tinggal di daerah Jakarta Selatan saya prefer
untuk Jakarta Selatan, sih. Karena the
market itself juga banyak. Banyak juga orang-orang yang sudah penat kerja,
gitu. Kalo misalnya di… dan kebanyakn kalo kantor kan di daerah Jakarta
Selatan. Jadi ya, di daerah Selatan punya tempat leisure yang cukup memadai,” jawabnya di akhir perbincangan.
Kunci penting dari perbincangan
dengan ibu muda ini pun ditemukan. Seseorang yang telah berkeluarga pasti
memiliki selera dan kebutuhan yang berbeda. Kebutuhan akan kebersamaan keluarga
ialah hal yang utama. Tempat-tempat yang menyenangkan serta menawarkan berbagai
interaksi aktif tiap individunya mampu menjadi sarana rekreasi yang baik.
Ketika faktor terkait education mampu
dimasukkan ke dalamnya hal tersebut akan menjadi lebih maksimal lagi.
Tak hanya value, added value pun
penting adanya. Pemberdayaan sejumlah fasilitas umum sebaiknya mulai banyak
diterapkan di sejumlah tempat. Di tempat-tempat rekreasi keluarga adalah lokasi
utama yang harus disertakan berbagai fasiltas tersebut. pasalnya, keluarga terutama
yang memiliki anak kecil membutuhkan sejumlah hal penting, seperti ruang
menyusui, kursi makan balita, atau penyewaan stroller.
0 comments:
Post a Comment