Beberapa tahun
belakangan ini makan-makan sudah menjadi hobi hampir semua orang. Tak semua
orang melakukannya karena lapar dan ingin makan, melainkan hanya sekedar
duduk-duduk , bercengkrama dengan teman. Karlina namanya. Mahasiswi Universitas
Padjajaran ini seringkali memilih untuk pulang ke rumahnya di Kelapa Gading
kala weekend. Waktu akhir pekan ini
memang relatif cukup sebentar untuknya yang harus bolak-balik Bandung-Jakarta.
Untuk itulah ia lebih suka untuk menghabiskan waktu santainya dengan nonton
atau makan-makan.
Tempat-tempat
disekitar rumahnya sudahlah menjadi destinasi yang sering ia kunjungi. Tak mau
ketinggalan berita tentang tempat mana yang sedang happening, gadis yang akrab dipanggil Lina ini menggunakan bantuan
sejumlah media.
“Kalo
nyari-nyari makan gitu sekarang kan udah ada tuh website-website yang buat cari-cari
makan kayak Jakarta Go buat kasih tau tempat-tempat baru yang enak buat
dicoba,” tuturnya siang itu.
Lina lebih suka
untuk mencoba tempat-tempat yang sudah sering dicoba oleh orang lain.
Menurutnya hal itu membuat tempat tersebut menjadi lebih terpercaya dan jelas
kualitasnya. Sering menghabiskan waktu untuk makan, lantas apa kira-kira dasa
pemilihan restaurant menurut Lina?
“Makanannya sih
kalo aku, kalo makanannya enak dan tempatnya walaupun tenda-tenda tapi bersih aku
udah oke. Tapi kalo misalnya mau cari tempat makan cantik, mau pergi yang pergi
yang rapi-rapi ya pasti itu beda sih,” tutur mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi
tersebut.
Mau makan cantik
ataupun sekedar tenda-tenda pinggir jalan ia pun tidak banyak pilih, semuanya
pasti ia coba, namun lain cerita jika bersama teman-teman. Seringkali ia dan
teman-temannya mencari restaurant
dengan interior yang indah sehingga bisa menghasilkan foto-foto yang bagus.
Ketika ditanya
mengenai destinasi favorite-nya ia
menjawab dengan lantang “Senopati!”. Gadis 20 tahun ini menuturkan bahwa
kawasan itu terbilang memiliki banyak variasi restaurant dengan interior yang indah sehingga menarik hati
orang-orang untuk singgah. Berbagai restaurant cantik kini sudah tersebar di
seluruh bilangan Jakarta. Mau masakan Indonesia, Western, Italia, Jepang, ataupun
Korea semuanya tersedia. Pilihan menu yang begitu beragam membuat keputusan
akhir berada di tangan “kantong”. Saat disinggung mengenai pendapatnya terkait
harga restaurant “cantik” yang ada ia pun menjawab :
“Sebenernya kalo buat masalah harga, emang iya sih disana
termasuk pricey tapi kalo kesana sama
temen-temen bisa sharing gitu-gitu kan makannya.”
Jika bersama teman-teman
ia lebih suka makan cantik, bersama keluarga ia lebih memilih untuk pergi ke
mall.
“Kalau sama
keluarga biasanya lebih sering jalan-jalan ke mall, ke tempat-tempat yang gak
cuma makan aja. Jadi kalo misalnya abis makan nanti jalan-jalan mau belanja-belanja
gitu biasanya kalo sama keluarga.”
Benar saja, mall
memang selalu menjadi sasaran utama karena di dalamnya aktivitas apapun bisa
dilakukan. Sifat all-in-one ini lah
yang membuat orang berbondong-bondong ke Mall hingga sebagian Mall telah sukses
disesaki pengunjung. Lina pun juga menjadi salah satu korbannya. Kebiasaannya
untuk mengunjungi Mall Kelapa Gading kini berubah. Ia lebih memilih untuk
menempuh perjalanan yang lebih lama ke Grand Indonesia karena walaupun
terbilang jauh, ia merasa Mall tersebut jauh lebih nyaman karena tak terlalu crowded.
Jalan-jalan jauh
memang tak pernah jadi hambatan untuknya. Lina yang tidak berkendaraan pribadi,
seringkali harus naik turun taksi, namun parahnya kepadatan jalanan tetap tak
dapat dihindari. Waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk melakukan hal lain
lantas habis di jalan. Keberadaan taksi pun menjadi kian sulit karena banyaknya
kebutuhan orang akan taksi yang kian meningkat.
“Waktu itu aku
lagi mau pulang dari GI , cuma waktu itu emang lagi malem minggu dan taksinya
tuh ngantri banget yang didalem mall akhirnya aku keluar mall buat cari taksi.
Pas keluar mall itu aku karena rame banget
akhirnya aku random banget cari taksi yang gak jelas gak taunya taksi
yang aku naikin itu dia udah gak jelas
gak professional gitu terus dia ngomongnya macem-macem dan aku kayak diancem gitu,” jelasnya tentang
pengalaman buruk yang pernah dialaminya.
Walaupun
memiliki sejumlah pengalaman kurang enak terkait transportasi, ia juga punya
banyak pengalaman memorable. Intinya,
menurut Lina pengalaman menyenangkan itu ialah tergantung dengan siapa ia
melewatkannya. Perihal aktivitas apa atau dimana tak akan jadi masalah asalkan
dengan siapa ia melewatkannya. Buatnya leisure
time itu ialah quality time.
Alih-alih quality time kemudian menimbulkan
pertanyaan, “Maunya yang seperti apasih yang bisa mendukung quality time?”
“Kalo tempat
yang baru gitu misalnya aku pengen di Jakarta tuh ada park gitu taman gitu tapi yang rindang jadi gak terlalu panas-panas
amat terus kalo bisa di taman-tamannya ada tempat kayak café-café atau starbucks gitu jadi enak kalo
nongkrong disana gitu.”
Sebuah benang
merahpun dapat ditarik dari pernyataan gadis cantik ini. Lingkungan jakarta
yang merupakan kota aktif berpadat penduduk, menyebabkan sebagian besar
penduduknya sangatlah sibuk. Hal tersebut kemudian memunculkan kebutuhan untuk
mendapatkan kenyamanan berlebih saat memiliki waktu senggang. Aktivitas
duduk-duduk dan mengobrol adalah hal yang paling sering dilakukan kala itu,
maka kehadiran tempat yang tenang dan nyaman dapat secara efektif memenuhi
kebutuhan masyarakat. Jauh ataupun macet tak lagi menjadi hambatan yang berarti
dikarenakan hal tersebut sudah diibaratkan sebagai “rutinitas”. Asalkan
fasilitas dan kualitas yang ditawarkan secara maksimal, maka harga pun tak jadi
masalah.
Hal-hal tersebut
telah berhasil digarap oleh jakarta, di mana di setiap sudutnya telah terdapat
banyak sekali restaurant atau cafe. Yang menjadi penting ialah
bagaimana memunculkan suasana baru yang didambakan masyarakat. Bagaimana
Jakarta mampu menghadirkan sebuah ruang terbuka, dikarenakan aktivitas yang
sebagian besar didominasi oleh kegiatan in-building.
Ruang terbuka ini harus didesain dengan kompleks dimana tetap bisa senyaman
kegiatan di dalam gedung tetapi tetap mampu mamfasilitasi kebutuhan masyarakat.
0 comments:
Post a Comment